Hadis Kelebihan Membaca Al-Quran

عَن ابنِ مَسعُودٍ رَضيَ اللٌهُ عَنهُ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلَى اللٌهُ عَلَي وَسَلَمَ مَن قَرَأ حَرفًا مٍن كَتَابِ اللٌه فَلَه بِه حَسَنَةُ وَالحَسَنَةُ عَشُرُ اَمُثَالِهَا لآ اَقُولُ الم حَرفُ وَلكِنُ اَلِفُ وَلآمُ حَرفُ وَميمُ حــَرُفُ.
 (رواه الترمذي وقال هذا حديث حسن صحيح غريب اسنادا والدارمى)

Dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka baginya satu hasanah (kebaikan) dan satu hasanah itu sama dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” (Hr. Tirmidzi).
Maksudnya, bahwa dalam amal ibadah lain, sesuatu ibadah itu baru dihitung sebagai satu amalan jika dilakukan secara utuh (keseluruhan). Tetapi tidak demikian dengan amalan membaca al Qur’an. Setiap bagiannya akan dinilai sebagai satu amalan, sehingag membaca satu huruf pun tergolong satu hasanah (kebaikan). Dan bagi setiap satu kebaikan itu Allah berjanji akan melipatkannya hingga sepuluh kali, sebagaimana firman-Nya,


مَنْ جاء بالحسنة فلهُ عَشْرُ أمْثَالهِا......
Barangsiapa membawa amalan baik, maka untuknya (pahala) sepuluh kali lipat amalannya…”(Qs. Al An’am [6] :160)
Walau bagaimanapun, tambahan sepuluh kali lipat ini adalah yang terendah, karena Allah swt. mampu melipatgandakan pahala dengan sekehendak-Nya,
والله يضاعف لمن يشاءُ....
“…..Allah menggandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki….” (Qs. Al Baqarah [2] : 261)
Permisalan bahwa setiap huruf al Qur’an dinilai satu kebaikan telah disabdakan oleh Rasulullah saw. bahwa alif lam mim bukanlah satu huruf, tetapi alif terpisah, lam terpisah, dan mim terpisah, sehingga alif lam mim berisi tiga puluh kebaikan. Disini terdapat perselisihan apakah yang dimaksud adalah alif lam mim permulaan surat al Baqarah atau permulaan surat al Fiil? Jika yang dimaksud adalah alif lam mim permulaan al Baqarah, berarti hitungannya menurut jumlah huruf yang tertulis. Karena yang tertulis hanya tiga huruf, maka pahalanya tiga puluh. Dan jika yang dimaksud adalah alif lam mim permulaan surat al Fiil, berarti alif lam mim pada surat al Baqarah itu Sembilan huruf (dengan menghitung jumlah huruf yang dilafazhkan), sehingga menjadi Sembilan puluh pahala. Baihaqi meriwayatkan, “Aku tidak mengatakan bahwa bismillah itu satu huruf, tetapi ba, sin, mim, dst. adalah huruf-huruf yang terpisah.” 
عَن مُعَاذِنِ الجُهَنِيِ رَضَي اللٌهُ عَنَهُ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌه صَلَي اللٌهَ عَلَيهِ وَسَلَمَ مَنَ قَرَأ القُرانَ وَعَمِلَ بِمَافِيهِ اُلُبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَومَ القَيِامَةِ ضَووُهَ اَحسَنُ مِنُ ضَوءِ الشٌمسِ فيِ بُيُوُتِ الدٌنَيا فَمَا ظَنٌكُم بِالَذِيُ عَمِلَ بِهذَا (رواه احمد وابو داوود ووصححه الحاكم)

Dari Mu’adz al Juharni r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “barangsiapa membaca al Qur’an dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota pada hari Kiamat yang cahayanya lebih terang daripada cahaya matahari seandainya berada dirumah-rumah kalian di dunia ini. Maka bagaimana menurut perkiraan kalian mengenai orang yang mengamalkannya?” (Hr. Ahmad dan Abu Dawud)
Berkah dari membaca dan mengamalkan al Qur’an adalah orang tua si pembaca akan dipakaikan mahkota pada hari kiamat yang cahayanya melebihi cahaya matahari seandainya matahari itu berada didalam rumah kita. Matahari yang jaraknya jauh saja begitu terang sinarnya. Apalagi jika matahari itu berada di dalam rumah, tentu akan lebih terang dan berkilauan. Namun cahaya mahkota bagi orang tua si pembaca al Qur’an dan mengamalkan isinya akan lebih terang daripada sinar matahari yang berada di dalam rumah. Jika orang tua si pembaca al Qur’an saja akan mendapatkan pahala demikian tinggi, maka tidak dapat kita bayangkan ketinggian pahala bagi si pembacanya itu sendiri? Apabila orang yang menjadi perantara saja demikian tinggi derajatnya, apalagi orang yang melakukannya sendiri, tentu akan memperoleh derajat yang lebih tinggi lagi. Orang tuanya mendapatkan pahala tersebut karena dialah yang telah melahirkannya dan mendidiknya.

Adanya matahari di rumah dalam hadits diatas menunjukan maksud yang sangat halus; bahwa seandainya matahari itu dekat, tentu cahayanya semakin terasa. Dan setiap sesuatu yang selalu ada didekat kita akan menumbuhkan kecintaan yang mendalam terhadapnya. Matahari, karena jauh jaraknya menjadi asing bagi kita. Namun jika setiap saat selalu didekat kita, timbullah keakraban dan kecintaan. Oleh sebab itu, selain ada isyarat keutamaan cahaya mahkota juga ada isyarat tentang kecintaan. Setiap orang mendapatkan manfaat sinar matahari, namun jika manfaat itu diberikan kepada seseorang, tentulah hal itu merupakan kebanggaan bagi pemberinya.
Hakim meriwayatkan dari Buraidah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa yang membaca al Qur’an dan mengamalkannya, maka akan dipakaikan kepadanya sebuah mahkota yang terbuat dari nur (cahaya). Dan kedua orang tuanya akan dipakaikan dua pasang pakaian yang sangat indah tiada bandingnya di dunia ini. Orang tuanya akan bertanya kepada Allah, “Ya Allah, mengapa kami diperlakukan seperti ini?” Allah menjawab, “Ini adalah pahala bacaan al Qur’an anakmu.”

Dalam kitab Jam’u1 Fawa’id terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengajarkan anaknya membaca al Qur’an, maka dosa-dosanya yang akan datang dan yang telah lalu akan diampuni. Dan barangsiapa mengajarkan al Qur’an pada anaknya sehingga menjadi hafizh al Qur’an, maka pada hari Kaimat ia akan dibangkitkan dengan wajah yang bercahaya seperti cahaya bulan purnama, dan dikatakan kepada anaknya, “Mulailah membaca al Qur’an!” Ketika anaknya mulai membaca satu ayat al Qur’an, maka ayahnya dinaikkan satu derajat, demikian terus ditinggikan derajatnya hingga tamat bacaannya.”

Demikian keutamaan bagi orang tua yang mengajari anaknya membaca al Qur’an. Jika Anda menjauhkan anak Anda dari agama hanya karena beberapa rupiah, maka bukan saja diri Anda yang akan terhalang dari pahala, tetapi Anda juga harus menjawab pertanyaan-pertanyaan Allah. Apakah karena Anda takut jika menjadi seorang ustadz atau hafizh, kelak hanya akan menjadi seorang penjaga masjid yang hidupnya bergantung pada orang lain, sehingga Anda melarang anak Anda belajar agama? Ingatlah! Jika demikian, berarti Anda telah melemparkan anak Anda kedalam penderitaan yang selama-lamanya. Bahkan Anda juga menanggung beban tanggung jawab yang sangat besar. Sebuah hadits menyebutkan:

كُلُّكُمْ راع وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه.

“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya.”
Setiap orang akan ditanya, sejauhmana ia telah mengajarkan agama? Memang sangat penting menjauhkan diri dari aib-aib itu, tetapi tidak mau berpakaian hanya karena takut kutu busuk sangatlah tidak masuk akal. Justru kita harus menjaga kebersihan pakaian itu. Demikian pula jika Anda mengajarkan agama kepada anak Anda, maka kelak Anda akan terbebas dari tuntutan, dan selama anak Anda masih hidup, seluruh amal baiknya dan doa-doa ampunan yang ia mohonkan untuk Anda,semua itu akan menyebabkan derajat Anda dinaikkan. Sebaliknya, jika hanya karena rakus mencari beberapa rupiah sehingga Anda mengorbankan pendidikan agama anak-anak Anda, maka kelak selain Anda akan menanggung akibatnya, Anda juga tidak bisa lepas dari tanggung jawab atas kefasikan dan kejahatan mereka. Sedangkan catatan amal Anda tidak akan kosong begitu saja dari simpanan azab di akhirat. 

Comments

Popular posts from this blog